Halo sahabat shareyow, pada postingan kali ini aku ingin memposting hasil analisis film "Nanny McPhee" yang menggunakan pendekatan behaviorisme. To be honest, ini merupakan hasil tugas aku bersama kawan-kawan di mata kuliah psikologi komunikasi. Kita disuruh menganalisis film melalui teori Behaviorisme milik Gage dan Berliner. Anyway, ada suka dukanya dalam membuat tugas semacam ini :') bukan karena susah juga, tapi karena tugas ini dibuat secara berkelompok dan kelompok itu udah kayak mau tawuran, jumlahnya banyak banget:') tapi, ya aku sedikit puas karena tugas ini kelar tepat waktu walau kelabakan karena banyak homo sapiens yang menghilang dari kelompok ini. Okay, langsung saja ya, aku bagikan postingan ini. Yow!!~
Analisis Film
Nanny Mcphee Melalui Teori Pendekatan Behaviorisme
Sutradara
: Susanna White
Produser
: Tim Bevan,Eric Fellner
dan Lindsay Doran.
dan Lindsay Doran.
Penulis
: Emma Thompson (Screenplay) Christianna Brand (Books)
Pemeran : Emma Thompson, Maggie Gyllenhaal, Ralph Fiennes, Rhys Ifans
Maggie Smith dan Ewan McGregor
Pemeran : Emma Thompson, Maggie Gyllenhaal, Ralph Fiennes, Rhys Ifans
Maggie Smith dan Ewan McGregor
Tanggal
rilis : Britania Raya, 26 Maret 2010
Australia, 1 April 2010
Amerika Serikat & Kanada
20 Agustus 2010.
Australia, 1 April 2010
Amerika Serikat & Kanada
20 Agustus 2010.
I.
SINOPSIS
Film Nanny Mcphee menceritakan tentang
seorang pengasuh wanita yang aneh dan misterius bernama Nanny McPhee (Emma
Thompson). Penampilannya tak seperti pengasuh pada umumnya. Dia suka memakai
gaun hitam, yang mirip seperti karung terigu. Dia juga memiliki banyak kutil di
wajahnya, api di kedua matanya, dan juga tongkat ajaib yang bisa mengeluarkan
suara gonggongan saat dihentakkan ke tanah. Dikisahkan, Nanny McPhee adalah
pengasuh ke-18 yang dipekerjakan oleh keluarga Cedric Brown (Colin Firth),
seorang duda kaya raya yang memiliki tujuh orang anak super bandel. Tidak heran
kalau banyak pengasuh yang minggat lantaran tak tahan dengan kelakuan nakal
mereka. Uniknya, setiap anak Cedric memiliki jarak yang hampir sama satu sama
lain, yaitu 8 tahun. Sebelumnya, Cedric yang putus asa mendapatkan pesan
misterius yang berisi bahwa yang dia perlukan untuk mengatur anak-anaknya
adalah Nanny McPhee. Tak berselang lama, Nanny pun langsung menampakkan diri
dan datang tanpa diundang. Dengan kekuatan sihirnya yang menakutkan, anak-anak
Cedric pun bungkam. Nanny pun membuat aturan khusus bagi mereka untuk
dipelajari, kerutan dahi yang menakutkan, tapi sekaligus mendamaikan hati
mereka sebagai pengantar tidur. Meski bangkrut, keluarga besar Brown memiliki
rumah bagaikan singgasana yang sangat besar dan megah, dilengkapi taman-taman,
tangga bertingkat, dan juga desain arsitektur yang menakjubkan. Karena
pekerjaannya sebagai pengarah pemakaman yang tak lagi menjanjikan, Cedric pun
diminta untuk mewarisi seluruh kekayaan milik bibinya, Adelaide (Angela
Lansbury) dengan satu syarat: ia harus bisa menemukan seorang istri dalam waktu
30 hari saja. Karuan saja Cedric pun gelagapan. Ia tidak ingin menyia-nyiakan
kesempatan emas itu. Beberapa calon istri pun dipilihnya, termasuk seorang
pelayan cantik yang juga sangat disukai anak-anaknya, Evangeline (Kelly
Macdonald). Tapi dia justru diminta menikahi wanita yang merupakan mimpi
buruknya, yaitu Mrs. Quickly (Celia Imrie). Kembali ke Nanny McPhee, di
saat-saat genting seperti itu, muncul sebuah keajaiban. Setiap kali anak-anak
mematuhi perintah Nanny, maka kutil-kutil di wajahnya satu-persatu mulai
menghilang, dan tubuhnya juga nampak semakin ramping. Hingga pada akhirnya,
Nanny tampil dengan rupa barunya yang anggun dan menawan.
Tokoh-tokoh
Nanny McPhee (2005)
a.
Nanny McPhee,
tokoh utama film. Nanny McPhee tiba di rumah tangga Brown dimana untuk mengubah
perilaku tujuh anak yang nakal. Tokohnya misterius, tegas dan disiplin;
Meskipun anak-anak awalnya tidak menyukainya, mereka lambat laun mulai menerimanya.
b.
Cedric Brown adalah
ayah dari ketujuh anak-anak yang ada di film. Cedric adalah seorang ayah yang
sibuk dan jarang punya waktu untuk anak-anaknya, dan mengalami kesulitan
mengasuh mereka setelah kematian istrinya.
c.
Simon Brown adalah
anak sulung dari keluarga Brown, dan berperan seperti pemimpin bagi keenam
adik-adiknya. Dengan demikian, awalnya dia yang menentukan bagaimana
adik-adiknya harus berperilaku, terutama terhadap Nanny McPhee. Sifatnya yang
pemarah ditunjukkan dalam film sebagai masalah dalam hubungannya dengan
ayahnya.
d.
Evangeline adalah
pembantu di rumah tangga Brown, ia disukai anak-anak dan diharapkan untuk
menjadi istri baru ayahnya.
e.
Lady Adelaide Stitch adalah bibi ibu dari istri Cedric. Dia membantu
menyokong kehidupan keluarga Brown, namun mengharuskan Cedric menikah lagi
dalam alur film.
f.
Tora Brown adalah
anak kedua. Tora dikarakterisasi sebagai anak yang lebih bijak, namun tidak
banyak berupaya untuk mengatur perilaku saudara-saudaranya.
g.
Eric Brown adalah
anak keempat. Eric adalah seperti second
in command bagi Simon, dan dikarakterisasi sebagai “otak” dari ketujuh anak
itu.
h.
Lily Brown
adalah anak ketiga. Lily adalah seorang kutu buku yang dekat dengan Eveline,
pembantu di rumah tangga Brown. Lily adalah yang mengajar Evangeline cara
membaca.
i.
Sebastian Brown dan Chrstianna Brown adalah sepasang anak kembar di keluarga Brown.
Mereka bisa jadi anak kelima atau keenam tapi urutannya tidak jelas dalam film.
j.
Agatha Brown adalah
anak bungsu di keluarga Brown. Dia adalah seorang bayi.
k.
Selma Quickly adalah
seorang calon istri baru bagi Cedric. Anak-anak keluarga Brown sangat tidak
menyukainya dan berupaya mensabotase pernikahannya dengan ayah mereka.
l.
Mrs. Blatherwick adalah
seorang koki yang bekerja di rumah tangga Brown.
II.
RINGKASAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dianut oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Beberapa ilmuwan yang termasuk pendiri dan penganut teori ini antara lain
adalah Thorndike, Watson, Hull, Guthrie, dan Skinner.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh
terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia
dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan
oleh guru
(stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar
(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau
tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila
penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin
kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
1.
Reinforcement and Punishment;
2.
Primary and Secondary Reinforcement;
3.
Schedules of Reinforcement;
4.
Contingency Management;
5.
Stimulus Control in Operant
Learning;
6.
The Elimination of Responses
(Gage, Berliner, 1984).
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar,
yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan
tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat
diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran
behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan
bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike
ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus
untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan
kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi
pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan
tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hierarki, dari yang
sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik.
Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya
terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran
seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan
program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi
sekadar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi
tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang
sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai
kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya
terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda
tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus
dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh
pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir
linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa
belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa belajar menuju
atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas
berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses
belajar, proses belajar tidak sekadar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak
menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang
mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung
membatasi belajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar.
Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie,
yaitu:
·
Pengaruh hukuman terhadap perubahan
tingkah laku sangat bersifat sementara;
·
Dampak psikologis yang buruk mungkin
akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung
lama;
·
Hukuman yang mendorong si terhukum
untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari
hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan
hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif.
Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila
hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda
dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus)
harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang
pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pelajar tersebut masih
saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu
tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan
malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki
kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan
negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya
bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif
menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
Ada tiga hukum belajar yang utama,
menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum
kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal
tertentu dapat memperkuat respon
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi
antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat
diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor
tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat
diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang
belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi fisika atau biologi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur.
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara
stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat
terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori
evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar
organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan
biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah
penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan
kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud
macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga
dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
c.
Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum
kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada
waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell,
Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon
untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan
terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon
lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang
baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam
kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar
hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi
stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang
harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang
mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar
lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, namun lebih komperehensif. Menurut Skinner hubungan
antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya,
yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang
dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku
(Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara
benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin
timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan
menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah
laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan
perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
III. APLIKASI TEORI BEHAVIORISTIK DALAM PEMBELAJARAN
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya
terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga
kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran
yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer
of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau
pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui
proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang
dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap
sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari
pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur
dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang
harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar
pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga
hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses
pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar
untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena
sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan
stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot.
Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang
ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan
telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar
harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu
secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar,
sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan
sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga,
ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar
atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga
kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik
ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas
“mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau
materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi
fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti
urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak
didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan
secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil
belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara
“benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang
terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai
kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar
secara individual.
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman .
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi
belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini
dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon)
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.
IV.
ANALISIS
BERDASARKAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
Dalam kisah
Nanny McPhee dan Keluarga Cedric Brown dalam film Nanny McPhee ini terdapat
beberapa bentuk pengaplikasian teori-teori pembelajaran (behaviorisme), antara
lain ialah:
1.
Cedric Brown,
berusaha mencari pembantu rumah tangga untuk mengurus ketujuh anaknya. Hingga,
pada akhirnya ia pun bertemu dengan Nanny McPhee yang mau mengurus anaknya.
2.
Nanny McPhee,
berusaha mengubah sikap-sikap ketujuh anak Brown, mulai dari memberikan
perintah dengan cara yang halus, hingga ia memberikan hukuman sebagai proses
pembelajaran yang baik sesuai teori Guthrie, bahwa hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon
secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari.
V. KESIMPULAN
Kelebihan
Teori ini banyak digunakan oleh para pendidik dalam memberikan pendidikan pada siswa yang mengalami kesusahan dalam hal memperoleh pendidikan dan pengetahuan.
Teori ini banyak digunakan oleh para pendidik dalam memberikan pendidikan pada siswa yang mengalami kesusahan dalam hal memperoleh pendidikan dan pengetahuan.
Kelemahan
1.
Meskipun teori behaviorisme berhasil digunakan Nanny
McPhee dalam mengasuh dan mengajar ketujuh anak Brown, akan tetapi terdapat
pula peran teori pembelajaran kognitivisme dalam prosesnya. Yaitu secara
kognitif anak-anak Brown tidak akan mau mempelajari apa yang diajarkan Nanny
kepada mereka jika mereka tidak memutuskan untuk mau diajari Nanny.
2.
Anak Brown tidak akan memahami apa yang telah
diajarkan oleh Brown kepadanya jika ia tidak menghendaki hal tersebut.
3.
Meskipun proses belajar itu dapat diamati secara
langsung, akan tetapi proses belajar juga merupakan kegiatan mental yang tidak
dapat diamati secara langsung. Seperti halnya kehendak atau kemauan,
pengambilan keputusan dan lain sebagainya.
Komentar
Posting Komentar